Pengertian Perilaku Agresif


Perilaku Agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat . Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain. misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya. Ada juga anak yang selalu memaksa temannya untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan, bahkan tidak sedikit pula anak yang mengejek atau membuat anak lain menjadi kesal.Agresif  terjadi pada masa perkembangan. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah.Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun, anak sudah lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif. Tetapi, bila keadaan ini menetap, maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis.

Dampak Perilaku Agresif
Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan teman-temannya. Keadaan ini menciptakan lingkaran setan, semakin anak tidak diterima oleh teman-temanya, maka makin menjadilah perilaku agresif yang ditampilkannya. Maka dari itu kita harus mampu mengetahui Faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif.
Perilaku agresif biasanya ditunjukkan untuk menyerang, menyakiti atau melawan orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal itu bisa berbentuk pukulan, tendangan, dan perilaku fisik lainya, atau berbentuk cercaan, makian ejekan, bantahan dan semacamnya.
Perilaku agresif dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persayaratan sebagai berikut .
  1. Bentuk perilaku luar biasa, bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa. Misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap kali ungkapan tidak setuju dinyatakan dengan memukul, maka perilaku tersebut dapat diindikasikan sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar, misalnya memukul dengan menggunakan tempat minum.
  2. Masalah ini bersifat kronis, artinya perilaku ini bersifat menetap, terus-menerus, tidak menghilang dengan sendirinya.
  3. Perilaku tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma sosial atau budaya.
perilaku agresif dapat ditampilkan oleh anak individu (agresif tipe soliter) maupun secara berkelompok ( agresif tipe group). Pada perilaku agresif yang dilakukan berkelompok/grup, biasanya ada anak yang merupakan ketua kelompok dan memerintahkan teman-teman sekelompoknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
Pada tipe ini, biasanya anak-anak yang bergabung mempunyai masalah yang hampir sama lalu memberikan kesampatan yang sama lalu memberikan kesampatan pada salah satu anak untuk menjadi ketua kelompok. Pada tipe ini sering terjadi perilaku agresif dalam bentuk fisik.
Sedang pada tipe soliter, perilaku agresif dapat berupa fisik maupun verbal, biasanya dimulai oleh seseorang yang bukan bagian dari tindakan kelompok. Tidak ada usaha si anak untuk menyembunyikan perilaku tersebut. Anak tipe ini sering kali menjauhkan diri dari orang lain sehingga lingkungan juga menolak keberadaannya.
Tidak jarang anak-anak ini, baik secara individual atau berkelompok, membuat anak lain mengikuti kemauan mereka dengan cara-cara yang agresif. Akibatnya, ada anak atau sekelompok anak yang menjadi korban dari anak lain yang berperilaku agresif.untuk dapat mengetahui anak berperilaku kita harus dapat mengenali gejala serta Karakteristik Anak yang Berperilaku Agresif

Macam-macam Karakteristik Perilaku Agresif
1. Perilaku agresif dapat bersifat verbal maupun nonverbal.
Bersifat verbal biasanya lebih tergantung pada situasional bersifat nonverbal yakni perilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.
Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak. Anak yang menunjukan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atu perilaku juga menampilkan perilaku seperti yang disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif anak yang memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman-temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya.
2. Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisosial.
Perilaku anti sosial sendiri mencakup berbagai tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian, suka merusak (vandalis), kebohongan, pembakaran, kabur dari rumah, pembunuhan dan lain-lain. Menurut buku panduan diagnostik (dalam Masykouri, 2005: 12.4) untuk gangguan mental, seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku antisosial (termasuk agresif) bila tiga di antara daftar perilaku khusus berikut terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama enam bulan. Perilaku tersebut sebagi berikut.
1.      Kabur dari rumah semalam paling tidak dua kali selama tinggal di rumah orang tua.
2.      Sering berbohong.
3.      Sering bolos sekolah.
4.      Menyiksa binatang.
5.      Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian.
6.      Sering memulai berkelahi.
7.      Menyiksa orang lain.
Meskipun dari ciri-ciri tersebut tampaknya sangat jarang dilakukan anak usia sekolah, namun sebagai orang tua khususnya pendidik, perlu mewaspadai agar perilaku-perilaku tersebut jangan sampai muncul ketika anak beranjak remaja atau masa perkembangan remaja.
Jadi seorang pendidik perlu jeli untuk mengenali gejala perilaku yang tidak umum pada anak didiknya sedini mungkin, sehingga kasus tersebut dapat ditangani lebih awal.


berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:
A. Faktor Biologis
Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku.
Ayah yang peminum alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya penderita psikopat (gangguan kejiwaan).
Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.
B. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.
  1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten.
  2. Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu.
  3. Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan.
  4. Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
  5. Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
  6. Kurang memonitor dimana anak-anak berada
  7. Kurang memberikan aturan
  8. Tingkat komunikasi verbal yang rendah
  9. Gagal menjadi model yang
  10. Ibu yang depresif yang mudah marah
C. Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.
  1. Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
  2. Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
  3. Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
D. Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
  1. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
  2. Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
  3. Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
  4. Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok.

Ada beberapa rambu-rambu alternatif pemberian tindakan kepada anak yang berperilaku agresif seperti berikut.

A. Memberi Hukuman yang Efektif Kepada Anak
Pertama, Memberi pelajaran kepada anak agar dapat berperilaku baik tidak perlu dengan cara kekerasan, dengan pukulan. Memukul adalah bukan cara yang baik untuk menghentikan perilaku buruk anak. Justru boleh jadi hanya akan membuat anak merasa bingung, kecewa dan terluka bathinnya. Ia tidak akan percaya bahwa orang yang selama ini dianggap sebagai tempatnya berlindung dan mendapatkan kasih sayang ternyata berbuat kasar terhadapnya.
Kedua, Pukulan yang dilakukan orangtua dapat menghentikan perilaku buruk anak. Tetapi boleh jadi hanya untuk sementara, pada saat itu saja. Anak akan taat kepada orangtua karena perasaan takut dipukul, bukan karena ia memahami permasalahan yang sebenarnya terjadi. Sedangkan untuk jangka panjang mungkin saja anak akan mengulangi lagi perbuatan buruknya, bahhkan boleh jadi lebih buruk dari sebelumnya. Ia akan melakukan pembalasan terhadap orangtuanya dengan cara melakukan tindakan yang dapat membuat orang tua merasa pusing, jengkel, malu dan terganggu aktivitasnya.
Ketiga, Ada banyak alternatif hukuman fisik yang lebih efektif daripada pukulan. Di antaranya, memperingatkan dengan kata-kata, menyingkirkan mainan kesukaannya, membatasi penggunaan televisi, komputer, sepeda, atau aktivitas menarik lainnya. Selain itu, bawa dia ke tempat ‘menenangkan diri’ yang berbeda dari kamar tidurnya; bisa di pojok ruangan, kursi khusus, atau dengan cara menidurkannya lebih awal (Deborah K. Parker M.Ed, 2005).

B. Menghadapi Anak Yang Suka Agresif Mengamuk Di Depan Umum
Kita pastinya tidak ingin bermasalah dengan orang lain di tempat umum hanya gara-gara anak kita. Ada beberapa cara untuk menghadapi anak yang suka agresif di depan umum.
  1. Perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua.
  2. Tidak perlu dengan cara kekerasan fisik. Tenangkanlah anak dengan pelukan. Tanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dan pastikan kepadanya bahwa orangtua akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
  3. Apabila orangtua memiliki acara untuk pergi ke luar rumah sebelum berangkat orangtua membuat perjanjian dulu dengannya. Hal ini perlu dilakukan supaya anak mengerti dan dapat menjaga sikap ketika ia sedang berada di depan umum. Bicarakanlah konsekuensinya apabila anak melanggar janji. Namun, jika anak mampu menjaga sikapnya dengan baik di depan umum maka tidak ada salahnya orangtua memberikan pujian, pelukan, ciuman, atau mungkin memberikan hadiah kecil yang ia sukai .
  4. Jika agresifitas itu ke hal yang positif, cara mengatasinya, biarkan saja si anak melakukan apa yang di inginkannya tapi perlu pengarahan, pengawasan dan jangan terlalu banyak melarang kemauannya yang positif, takutnya justru “membunuh” kreatifitas dan daya imajinasinya karena anak seusia ini lagi dalam proses penjajakan lingkungan, penyesuain diri, mungkin bisa di bilang masa “puber” anak balita”, yang bisa kita lakukan hanya meminimalkan efeknya.
  5. Bertingkah agresif yang mengarah ke kreativitas anak boleh saja (tidak terhitung barang – barang di rumah yang rusak oleh anak-anak), tapi memukul, menyakiti orang lain dan bersikap tidak sopan adalah lain soal. Juga, kalau merusaknya karena mereka curious, karena rasa keingintahuannya tidak masalah. Misalnya karena anak ingin mengetahui apa jadinya kalau es lilin dimasukkan ke dalam gelas yang berisi teh? Tapi kalau sengaja membanting gelas karena marah atau karena kemauannya tidak dituruti, itu berarti ada masalah besar dengan si anak.
  6. Larangan bermain bersama. Anak yang sudah terlihat gejala agresif mereka kita kelompokkan tersendiri.
  7. Untuk memperbaiki perilaku agresif bukannya dicampur dengan anak yang kalem, apalagi kalau anak kalem itu lebih introvert, dengan harapan yang agresif akan jadi kalem. Barangkali tidak begitu, justru akan menyebAnak berkebutuhan khususan rasa tidak aman bagi perkembangannya.
Mengacu pada tindakan-tindakan di atas, penanganan anak dengan perilaku agresif harus diperhatikan juga penanganan atas anak yang menjadi korban perilaku tersebut. Tidak jarang, ada sekelompok anak yang selalu menjadi korban dari para jagoan, karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan atau membela diri dari perilaku agresif teman yang lain.
Penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian pembahasan cara penanganan terhadap anak berperilaku agresif di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya. Beberapa alternatfi penanganan terhadap anak berperilaku aresif dengan memberi hukuman yang efektif kepada anak dan perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua.





Comments

Popular posts from this blog

KIRANA LARASATI

MOBIL ESEMKA

WINDOWS